Jumat, 03 Januari 2014

Nimitta

Nimitta
berarti suatu pertanda atau gambaran yang ada hubungannya dengan perkembangan obyek meditasi. Nimitta ini ada tiga macam, yaitu :
1. Parikamma-Nimitta (gambaran batin permulaan)
2. Uggaha-Nimitta (gambaran batin mencapai)
3. Patibhaga-Nimitta (gambaran batin berlawanan)
Mengenai parikamma-nimitta, gambaran suatu obyek yang diambil dalam meditasi, seperti patung Buddha, mula-mula dilihat dengan mata, kemudian dibayangkan dalam pikiran. Jadi, parikamma-nimitta merupakan gambaran atau bentuk dari obyek dalam keadaan yang sebenarnya. Semua obyek (empat puluh macam obyek meditasi) dapat menghasilkan parikamma-nimitta.

Mengenai uggaha-nimitta, gambaran suatu obyek yang diambil dalam meditasi dilihat dengan batin, hingga obyek itu melekat dalam pikiran. Jadi, uggaha-nimitta merupakan gambaran obyek di dalam batin yang sama dengan bentuk obyek yang dipakai, walaupun mata telah dipejamkan. Untuk mencapai uggaha-nimitta, semua obyek meditasi dapat dipakai dalam melaksanakan Samatha Bhāvanā, yaitu keempat puluh obyek meditasi.
Mengenai patibhaga-nimitta, gambaran suatu obyek yang diambil dalam meditasi yang telah melekat pada pikiran, terpeta dengan nyata, tetap, jernih, jelas, terbebas dari gangguan, dan gambaran obyek tersebut dapat dibesarkan serta dikecilkan menurut kemauan. Jadi, patibhaganimitta merupakan gambaran pantulan dari obyek yang dipakai, yang bentuk gambaran itu berubah menjadi sinar terang di dalam batinnya. Untuk mencapai patibhaga-nimitta, maka obyek yang harus diambil dalam melaksanakan Samatha Bhāvanā ialah sepuluh kasina, sepuluh asubha, satu kayagatasati, dan satu anapanasati.

Pada umumnya umat buddha mempraktekkan meditasi dengan objek pernapasan yang dalam bahasa pali dikenal dengan istilah anapanasati. Saat berlatih meditasi ini, pikiran harus terkonsentrasi pada keluar masuknya napas. Saat bernapas, udara menyentuh ujung hidung, maka kita amati dan mencatat dalam batin sebagai “napas masuk”, juga saat menghembuskan napas, udara melewati ujung hifung kita mencatat itu sebagai “napas keluar”. Demikian seterusnya pikiran selalu terpusat pada ujung hidung.
            Andai kata pikiran tidak dapat terpusat pada keluar masuknya napas dan mengembara kemana-mana, serta pikiran berpikir hal-hal lain, seperti memikirkan keluarga, tema, sekolah, sahabat, harta, pekerjaan dan lain-lain, pikiran harus segera dipusatkan kembali pada objek semula, yakni keluar masuknya napas.
            Meski pikiran dipusatkan pada keluar masuknya napas ini tidak dapat bertahan lebih lama. Pada awal berlatih pikiran akan mengembara kesana-kemari. Lalu kita harus mengajak pikiran tersebut pada objek semula yakni keluar-masuknya napas dan memperhatiklan seta mencata dalam batin napas masuk dan napas keluar. Dengan cara ini pikiran dapat memegang dan dipusatkan pada objek lebih lama.
   Banyak meditator menemukan kesulitan. Mereka kebanyakan merasa napas menjadi sangat halus & tidak jelas, mereka bisa berpikir napas mereka sudah berhenti. Kalau ini terjadi, seyogyanya mempertahankan kesadaran dimana anda terakhir kali menyadari napas tersebut, & tunggulah disana.
Orang mati, janin dalam rahim, orang yang tercekik, orang pingsan, orang dalam jhana empat, orang dalam pencapaian pemadaman (nirodha samapatti), dan dewa brahma; hanya ketujuh jenis orang ini yang tidak bernapas. Renungkanlah kenyataan bahwa anda bukan salah satu diantara mereka, bahwa sebetulnya anda bernapas, dan bahwa itu semata-mata karena sati anda tidak cukup kuat untuk menyadari napas.
Bila napas anda halus, seyogyanya janganlah membuat napas tersebut menjadi lebih kentara karena usaha ini akan menganggu dan konsentrasi anda takkan berkembang. Cukup menyadari napas tersebut sebagaimana adanya, dan kalau tidak kentara, cukup menugguinya di tempat dimana anda terakhir menyadarinya. Anda akan menemukan bahwa dengan menyerahkan sati dan kebijakasanaan dengan cara demikian, napas akan muncul kembali.
            Sepanjang pikiran hanya terpusat pada keluar masuknya napas melalui hidung gangguan-gangguan akan dapat disingkirkan. Sesudah itu pikiran akan semakin lunak, tenang , cerah. Kita akan erasakan kedamaian selama pikiran dapat dipertahankan terpusat pada keluar masuknya napas. Inilah yang disebut dengan Jhana. Pikiran hanya benar-benar terpusat pada objek meditasi.

Tidak ada komentar: